Penulis : Yersita
Penerbit : DIVA Press
Kota terbit : Yogyakarta
Tebal : 268 halaman
Ukuran : 14 x 20 cm
Tebal : 268 halaman
Ukuran : 14 x 20 cm
Cetakan I : November, 2016
Sinopsis :
Nara yang memiliki masalah dengan papanya,
mengajukan mutasi agar ada alasan untuk jauh dari rumah. Di sekolah baru, dia menemukan banyak hal, termasuk masalah pelik. Kepala sekolah aneh, guru yang korupsi, guru honor yang malas, siswa yang terpajsa berhenti sekolah. Namun, yang lebih gawat adalah perhatiannya kini telah tercuri oleh sosok bernama Musa.
Warna hari-harinya ditentukan oleh kebradaan Musa. Hanya saja, laki-laki itu terlalu saleh. Nara merasa Musa berada di luar jangkuan.
Di lain pihak....
Musa tidak ingin terlalu berlebihan menanggapi Nara. Perhatian Nara dan kepedulian selama ini, menurutnya hanya karena rasa kasihan.
Nara yang memiliki masalah dengan papanya,
mengajukan mutasi agar ada alasan untuk jauh dari rumah. Di sekolah baru, dia menemukan banyak hal, termasuk masalah pelik. Kepala sekolah aneh, guru yang korupsi, guru honor yang malas, siswa yang terpajsa berhenti sekolah. Namun, yang lebih gawat adalah perhatiannya kini telah tercuri oleh sosok bernama Musa.
Warna hari-harinya ditentukan oleh kebradaan Musa. Hanya saja, laki-laki itu terlalu saleh. Nara merasa Musa berada di luar jangkuan.
Di lain pihak....
Musa tidak ingin terlalu berlebihan menanggapi Nara. Perhatian Nara dan kepedulian selama ini, menurutnya hanya karena rasa kasihan.
Unsur Teks
|
Jawaban Lengkap
|
Bukti Halaman
|
Tema
|
Perjalanan
cinta yang dilandasi karena kecintaan pada Allah Swt.
|
|
Tokoh & Perwatakan
|
|
|
Alur
|
Maju
:
Aku
memandangi sekolah tempatku ditugaskan. Di pintu gerbang ada tulisan: SELAMAT
DATANG DI SMP NEGERI 2 S.
Secara
keseluruhan, bangunan sekolah tersebut lumayan bagus. Ada beberapa bangunan
yang terlihat tua. Cat yang hampir using membuat bangunan sekolah tersebut
terlihat suram.
Mundur
:
Malam,
ini Musa merindukan ayahnya. Sosok karismatik yang selalu memberikan wejangan
padanya. Ia kirimkan doa untuk almarhum ayah tercinta kebersamaan yang
singkat bersama sang ayah menjadi memori yang tak pernah lekang oleh waktu.
Musa
ingat bagaimana Ayah begitu marah saat ia mengambil mainan temannya.
Tangannya yang kecil dihantam penggaris panjang bertubi-tubi. Musa menjerit
kesakitan. Emak memohon ampun, tapi Ayah bergeming. Baginya mengambil miliki
orang lain sama halnya dengan mencuri. Hukuman terberat bagi pencuri adalah
potong tangan.
|
7
21
|
Sudut
Pandang
|
- Orang pertama
Aku memandangi
sekolah tempatku ditrugaskan. Di pintu gerbang ada tulisan….
-
Orang ketiga
Musa dan ibunya
tinggal di sebuah rumah tua bekas peninggalan zaman Belanda. Meskipun tua,
bangunan …
|
7
15
|
Diksi
& Gaya bahasa
|
Diksi
:
-
Kata konkret
Bulan dan
bintang terselubung oleh gelapnya malam, membuat malam semakin pekat
-
Kata serapan Bahasa asing
1.
Tapi perubahan ini membuatku shock berat.
2.
Kasurnya pun hanya kasur biasa, bukan spring bed tebal seperti dikamarku.
3.
“Please,
Pa! Ini bukan zaman Siti Nurbaya. Tidak zaman lagi seorang anak
dijodoh-jodohkan.”
-
Makna konotasi
Seolah Musa
medan magnet, dan siswa-siswa itu adalah magnet yang ingin terus menempel.
Gaya
Bahasa:
-
Majas personifikasi
1.
Di zaman sekarang uang yang menjadi panglima
2.
Tapi ocehan Emak seperti desauan angin yang
berhembus begitu saja.
-
Majas hiperbola
1.
Hati Musa tertohok , seperti ada godam besar yang
langsung menghantam ulu hatinya.
2.
Pesona Musa seperti meluluh lantakkan akal sehatnya.
-
Majas Alegori
Melihat kedua
adikku menangis, bulir air mata itu tak tahan kubendung, aku pun mulai
terisak.
-
Majas simbolik
Laki-laki yang
pintar dan cerdik tapi culas, persis seperti kancil.
-
Majas retorik
Apakah mungkin
hatinya seluas samudra ?
|
20
28 29 31 11
17
18 17 60 34 48 63 |
-
Majas sinisme
Bicara laki-laki
itu sangat tidak sopan. Terlihat tidak berpendidikan
|
69
|
|
Amanat
|
Cintailah
seseorang karena kecintaannya pada Allah Swt.
|
No.
|
Struktur
Teks
|
Kutipan
kalimat dalam teks
|
Bukti
halaman
|
1.
|
Abstrak
|
Aku memandangi sekolah tempatku
ditugaskan. Di pintu gerbang ada tulisan: SELAMAT DATANG DI SMP NEGERI 2 S.
Secara keseluruhan bangunan sekolah
tersebut lumayan bagus. Ada beberapa bangunan yang terlihat tua. Cat yang
hampir usang membuat bangunan sekolah tersebut terlihat suram.
Ada delapan ruang kelas, satu
perpustakaan, satu ruang guru, dan satu ruang kepala sekolah. Ruang tata
usaha bergabung dengan guru . Hanya dipisahkan dengan sekat terbuat dari kaca
transparan, yang dari dalam kita bisa melihat orang di luar , dan sebaliknya.
Kuperhatikan sekeliling setelah tadi
sempat berkenalan dengan kepala sekolah yang namanya sangatb mudah diingat ,
Suratman. Kalau ingat surat, maka ingatlah dengan nama kepala sekolah ini.
Mungkin, saat memberikan nama kepada anaknya, orang tua Bapak Suratman
berharap anaknya hobi surat menyurat. Ah, aku mulai ngalor ngidul tidak
keruan.
Tapi kepala sekolah itu benar-benar
unik. Tutur katanya bagitu halus, dari ucapannya terlihat dia sangat pintar.
Namun ada hal aneh yang tidak kumengerti yang terpancar dari wajahnya.
Mungkin setelah lama mengajar dsimi, dengan sendirinya aku akan tahu.
Tidak terlalu banyak guru yang berstatus
sebagai pegawai negeri sipil di sini. Di salah satu pojok ruangan , ada
sebuah papan besar bertuliskan nama-nama guru dan identitas mereka.
Dihitung-hitung, jumlah guru sebagai PNS sekitar sepuluh orang.
Beberapa tahun belakangan ini,
pemerintah daerah tidak membuka formasi guru. Mungkin lebih dari sepuluh
tahun kedepan tidak ada perekrutan. Hanya ada pengangkatan guru honor menjadi
pegawai.
(Bel
istirahat berbunyi).
Dari kejauhan, tampak seorang guru
diekrumuni beberapa siswa. Mereka bersenda gurau. Dua siswa memegang tangan
sang guru, dan senyum mengembang di wajah guru tampan itu.
Guru- guru lainnya masuk ke ruangan.
Mereka menatapku dengan penuh selidik, lalu duduk di kursi masing-masing.
Guru yang masuk ke kantor paling akhir adalah laki-laki tampan tadi.
Di belakangnya, berjalan dengan santai
Bapak Suratman. Aku duduk di kursi dengan meja panjang , persis menghadap
meja para guru. “Bapak-bapak dan ibu guru, kita kedatangan guru baru.
Pindahan dari SMP kota. Namanya Ibu Narayana, dan dia mengampu pelajaran
matematika,” ujar kepala sekolah di hadapan belasan guru dengan kesibukkan
masing-masing. Ada yang sedang makan, ada juga yang sedang mengoreksi tugas
siswa. Kuhampiri mereka satu per satu. Dan tahulah aku jika guru yang tampan
itu bernama Musa. Nama yang singkat, tapi membuat detik itu juga seluruh
perhatianku tertuju padanya.
|
7-9
|
2.
|
Orientasi
|
Musa sedang asyik mengoreksi. Ia
menoleh. Secepat mungkin aku berpaling, takut jika laki-laki itu tahu aku
terus memperhatikannya. “Ibu Nara sudah lama mengajar ?”
Suara itu datang persis dari sebelah
kiriku, dari tempat duduk Musa. Telingaku masih normal dan tidak mungkin
salah dengar. “Eh maaf tadi Bapak menanyakan apa ?”.Tanpa menatapku, dengan
wajah yang tertunduk, Musa mengulang pertanyaannya.
“Ohhh,
sudah tiga tahun.”
“Lumayan
juga, ya.”
“Bapak Musa sendiri sudah lama ?” Dari
jarak dekat laki-laki itu terlihat lebih tampan. Tubuhnya tinggi dan atletis.
Wajahnya selalu menyunggingkan senyum. Wajahnya pun seakan memancarkan
senyum. Entah sinar apa. Namun terlihat begitu karismatik dan berwibawa.
“Baru dua tahun” ucap Musa lirih. Ia
lalu menunduk lagi. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan oleh laki-laki
itu, yang membuat semakin penasaran.
Hari itu menjadi awal aku mengenal Musa
dan guru-guru lainnya. Sejak saat itu, perhatianku selalu tertuju pada Musa.
Laki-laki itu berbeda. Dia begitu total menyerahkan jiwa untuk peserta
didiknya.
|
|
3.
|
Komplikasi
|
Musa duduk menatap foto emaknya. Ia
membuka ponselnya yang berbunyi, berharap Nara yang mengirimkan SMS. Tapi
Musa harus menahan kekecewaan karean pesan itu dari Lasti, adik Nara. Lasti
meminta Musa untuk datatang kerumah mereka suatu saat nanti.
Ditatapnya foto Emak tanpa kedip. Ia
menyesali mengapa tidak melamar perempuan itu di saat Emak masih hidup. Tapi
siapalah dirinya, hanya seorang guru honoryang penghasilannya jauh daripada
Nara. Sedangkan perempuan itu tidak hanya berstatus sebagai PNS, tapi juga
dari keluarga kaya. Musa bisa menebakdari mobil yang dikendarai Nara dan
adik-adiknya. Tidak mungkin keluarga yang biasa saja memiliki koleksi mobil
yang banyak.
Ah, Emak andai Emak masih ada, mungkin
Musa tidak sesedih ini, batin Musa.
Apalagi semakin lama, Musa merasa
semakin tergila-gila pad Nara. Ia takut jika rasa cinta ini melebihi cintanya
pada Alla Swt. Musa pun tidak ingin terlalu berlebihan mencintai Nara. Ia
tidak yakin apakah Nara juga menyukainya. Perhatian Nara dan kepeduliannya
selama ini, mungkin saja Karena rasa kasihan. Jangan-jangan perempuan itu
sudah punya calon suami, atau jangan-jangan Nara sudah dijodohkan oleh orang
tuanya, seperti Yayuk. Ah, jika ingat kejadian dengan Yayuk, Musa semakin
merasa minder. Mana ada orang tua yang mau menikahkan anaknya dengan
laki-laki yang tidak jelas masa depannya. Tentulah mereka akan mencarikan
calon pendamping yang mapan dalam segala hal. Jika Musa ingat dengan
kenyataan seperti itu, ia semakin sedih.
Ia kembali bermunajat pada Allah Swt.
Hanya dengan mengingat Allah-lah hatinya menjadi tenang. Musa memohon dalam
doanya. Jika memang cinta ini melebihi cintanya pada Sang Pemilik Kehidupan,
Musa rela jika Allah Swt. Mengambil darinya. Musa takut jika ini melebihi
cintanya pada Allah Swt. Namun, jika Allah mengizinkan, ia ingin Nara yang
lembut dan terkadang keras pada prinsip serta jalan hidupnya menjadi
pendamping hidupnya kelak.
Musa melanjutkan membaca doa Rabithah yang
terdapat dalam al-Ma’tsurat.
Musa membaca doa Rabithah sambal
membayangkan wajah Nara. Musa berharap semoga Allah mempermudah jalnnya yang
mencintai Nara Karena Allah Swt. Meskipun ia tahu doa Rabithah bukan untuk
mencari jodoh. Ia hanya berharap hatinya dan Nara saling terikat dalam cinta
kepada-Nya.
|
173-175
|
4.
|
Evaluasi
|
Musa pun melancarkan usahanya mendekati
Nara. Berkali-kali Musa SMS, mengirimkan sinyal pada Nara. Tapi perempuan itu
hanya membalas dengan ucapan terima kasih. Tidak taukah Nara jika dia
mengirimkan SMS itu saat dia memikirkan perempuan itu. Membayangkan perempuan
itu dengan aksi lucunya bersama siswa. Perempuan yang telah menyelamatkan
karir hidupnya, passion hidupnya.
Musa tidak bisa membayangkan jika dirinya tidak lagi menjadi guru. Entah apa
yang akan dilakukannya. Tapi keberanian dan rasa optimis Nara membuat ia
bangkit kembali dari keterpurukan panjang. Terpuruk Karena kematian Emak dan
terancam diberhentikan.
Di sekolah Nara bersikap biasa-biasa
saja padanya. Bahkan usaha Musa menghindari dari Nara malah membuat hatinya
sendiri yang terasa sakit. Tak sanggup menahan rasa sakit dan rindu, Musa
mengajak siswa datang ke kontrakan Nara. Tapi Musa harus berbesar hati, ia
malah disambut oleh adik-adik Nara yang lucu.
Siang itu saat istirahat, Musa melihat
Nara sedang bersenda gurau dengan Ibu Tuti. Musa yang ingin menghindari dari
Nara malah disuruh Ibu Tuti mendekat, “Sini Musa. Ada empek-empek, nih.
Semalam Ibu buatin. Ayo dicoba ?”
Musa tak enak menolak tawaran perempuan
itu. Dihampirinya meja Ibu Tuti. Diliriknya Nara yang langsung duduk
mematung.
“Waduh, kenapa Nara tiba-tiba diam,
nih,” ledek Bu Tuti.
Wajah Nara bersemu merah, apalagi
setelah Ibu Tuti mengatakan jika mereka berdua pasangan yang serasi.
“Ibu perhatikan kalian berdua ini sangat
cocok. Sama-sama sendiri. Sama-sama cerdas dan mandiri. Kenapa tidak jadian
saja ? Ayo dong Musa, Nara ini bakal jadi istri yang hebat buat kamu.”
Cepat-cepat Musa menghabiskan
empek-empek di mulutnya. Dia langsung pamit tanpa menjawab pertanyaan dari
Ibu Tuti.
Musa tidak sadar jika reaksinya membuat
Nara begitu kecewa.
|
175-177
|
5.
|
Resolusi
|
Ibu Tuti datang ke rumah Musa bersama
suaminya. Perempuan itu baru selesai dari pelatihan. Malamnya ia sempatkan
pergi ke rumah Musa. Teringat janjinya pada Nara membuat ia tidak bisa
tenang.
Musa sedang mengaji di dalm rumah. Rumah
itu begitu sepi. Pohon-pohon yang rimbun di kiri kanan rumah membuat malam
terasa semakin pekat. Hanya suara jangkrik yang sering terdengar. Tidak ada
suara televisi seperti di rumah-rumah kebanyakan orang, Musa jarang
menyalakan televisi di rumahnya.
Setelah mempersilakan Ibu Tuti masuk,
Musa membawakan sepiring kue kering dan teh yang dibuatnya sendiri.
“Tidak usah repot-repot, Sa. Ibu kesini
hanya sebentar.”
“Nggak apa-apa, Bu. Apa yang bisa saya
bantu ?”
“Ibu hanya ingin menyampaikan amanah
seseorang untuk kamu, Sa. Ibu berharap kamu pun meresponnya dengan baik.”
“Amanah dari siapa, Bu ?” tanya Musa
penasaran.
“Dari Nara.”
Jantung Musa tiba-tiba berdetak kencang.
Entah apa yang akan disampaikan Ibu Tuti padanya. Musa yakin jika hal ini
sangat penting. Kalau tidak, mengapa perempuan itu harus menyampaikan
pesannya melalui perantara ? Suami Ibu Tuti mengambil teh dan sepotong kue.
Lalu makan dengan lahap.
“Ah, Bapak ini malu-maluin saja,” ujar
Bu Tuti setelah melihat suaminya memakan kue kering di meja tanpa henti.
“Nggak apa-apa, Bu. Habiskan saja
kuenya, Pak.” Musa mengatakannya dengan suara yang lembut.
“Begini, Sa. Maukah kamu menikah dengan
Nara ?”
“Apa Bu ? Apa saya tidak salah dengar ?”
“Tidak…., tidak…. Kamu tidak salah
dengar. Ibu tanya padamu, maukah kamu menikah dengan Ibu Narayana ?”
“Ini tidak mungkin, Bu.”
“Kenapa tidak mungkin, Musa. Nara yang
menyampaikan keinginannya untuk menikah denganmu. Kenapa malah bilang tidak
mungkin ?”
“Tapi, Bu. Apakah Ibu Nara tidak salah
dengan pilihannya ? Bukankah saya hanya guru honor dengan penghasilan yang
sangat kecil, jauh dibandingkan dirinya. Bagaimana dengan orang tuanya ?”
“Ibu hanya membuka jalan untuk kalian
berdua. Ibu yakin jika kalian sama-sama salin jatuh cinta, tapi tidak berani
menunjukan antara satu dengan yang lainnya. Nara bilang, dia tidak pernah
mempermasalahkan statusmu dan hal-hal yang berbau materi. Mengenai orang
tuanya, tugas kamu untuk meyakinkan mereka. Ibu yakin, jika orang tua Nara
pun tidak mempermasalahkan materi seperti Nara.”
Musa terdiam. Mencerna setiap kata-kata
yang disampaikan Ibu Tuti padanya. Hatinya merasa begitu senang. Ia tidak menyangka
jika doanya selama ini diijabah oleh Allah Swt. Tinggal selangkah lagi
usahanya untuk menikahi Nara. Sekarang semua tergantung padanya. Allah Swt.
sudah membukakan jalan untuknya. Musa memantapkan hatinya untuk berusaha
semaksimal mungkin meyakinkan orang tua Nara akan niat baiknya.
“Bagaimana, Sa ? Apakah kamu mau menikah
dengan Nara ?”
Musa tersenyum. Melihat senyuman Musa,
mengertilah Ibu Tuti dengan isyarat laki-laki itu. “Ah, dari dulu Ibu memang
sudah yakin jika kamu pun menyukai Nara. Sangat mencintainya. Tapi kamu
kurang percaya diri akan semua hal yang melekat pada dirimu, Sa. Padahal Nara
bisa melihat potensi kamu. Hal yang belum tentu diketahui perempuan-perempuan
yang hanya melihat laki-laki dari materinya saja.”
“Misi Ibu sudah selesai. Sekarang
tergantung padamu, Sa. Jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan ini. Jarang
ada permpuan seperti Nara. Jadi, jangan tunggu lama-lama lagi, segera lamar
Nara.”
“Insha Allah, Bu. Terima kasih sudah
membantu kami. Semoga kelak Allah Swt. membalas dengan segala kebaikan.”
“Amiiin. Ibu mohon pamit ya, sa. Kalau
butuh bantuan apapun hubungi saja Ibu, Insha Allah Ibu siap membantu.”
Sepasang suami istri tersebut pergi
meninggalkan Musa dalam kesendirian. Musa mengambil ponselnya, menanyakan
keseriusan Nara yang ingin menikah dengannya. Tapi pesan itu tidak pernah
Musa kirimkan. Ia terlalu penakut menanyakan pada Nara. Musa hanya berani
mengadu pada Allah Swt. Ia terus meminta agar dikuatkan.
****
Sampai suatu hari Papa mengejutkanku.
Tanpa berkompromi denganku, Musa datang bersama pamannya. Menetukan hari,
tanggal, dan bulan yang tepat diadakan akad nikah. Dalam perbincangan itu
sayup-sayup kudengar jika Musa hanya menyatakan kesanggupannya memberikan
seperngakat alat shalat sebagai mahar untukku. Dan Musa pun bilang jika tidak
mampu mengadakan pesta besar-besaran. Dia hanya bisa menyiapkan syukuran ala
kadarnya. Awal mulanya, kudengar Papa hanya diam. Tapi kemudian dengan
lantang mengatakan tidak menjadi masalah baginya. Asalakn Musa bisa menjadi
imam yang baik bagi anaknya kelak.
|
185-188
|
6.
|
Koda
|
Saat ini, aku merasa menjadi perempuan
yang paling berbahagia di dunia. Apalagi jika membayangkan aku dan Musa
menjadi sepasang suami istri. Ajaran islam tentang hubungan dengan lawan
jenis memang sungguh indah. Taka da pacarana dalam agama islam. Dengan
menikah, kedua jiwa akan merasa tenang.
Bruntunglah, di usia ke-27 tahun, aku
menemukan Musa. Laki-laki saleh yang diidambakan perempuan untuk menjadi
imamnya. Lamaran Musa membuat ku semakin intens berhubungan dengan Allah Swt.
Aku merasa bahagia. Nikmat yang Allah Swt. berikan padaku tak terhingga
besarnya. Pernahkah membayangkan bahwa Allah Swt. sudah memberikan semua yang
telah kita minta dan butuhkan ? Dan saat ini Allah Swt. sudah melakukannya
untukku.
|
196-197
|